Followers

LAMBANG PEMERINTAH ACEH

Posted by PINTO ACEH Friday, August 7, 2009



Lambang Pemrintah Aceh adalah Pancacita. Pancacita adalah lima cita, yaitu keadilam, kepahlawanan, kemakmuran, kerukunan, dan kesejahteraan.

Lambang Aceh berbentuk persegi lima yang menyerupai kopiah. Dalam perisai itu terdapat dacin (alat timbangan), rencong, padi, kapas, lada, cerobong pabrik, kubah masjid (diantara padi dan kapas), kitab dan kalam. Keadilan dilembangkan dengan dacin. Kepahlawanan dilambangkan dengan recong. Kemakmuran dilambangkan dengan padi, kapas, lada, dan cerobong pabrik. Kerukunan dilambangkan dengan kubah masjid. Sedangkan kesejahteraan dilambangkan kitab dan kalam.(Wikipedia)


Kabupaten Bireuen adalah salah satu kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. Kabupaten ini menjadi wilayah otonom sejak tahun 2000 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara.

Kabupaten ini terkenal dengan julukan kota juangnya, namun sempat menjadi salah satu basis utama Gerakan Aceh Merdeka. Semenjak diberlakukannya darurat militer sejak bulan Mei 2003, situasi di kabupaten ini berangsur-angsur mulai kembali normal, meski belum sepenuhnya.

Kabupaten Aceh Utara adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia.

Ibukota kabupaten ini dipindahkan dari Lhokseumawe ke Lhoksukon, menyusul dijadikannya Lhokseumawe sebagai kota otonom.

Kabupaten ini tergolong sebagai kawasan industri terbesar di provinsi ini dan juga tergolong industri terbesar di luar pulau Jawa, khususnya dengan dibukanya industri pengolahan gas alam cair PT. Arun LNG di Lhokseumawe pada tahun 1974. Di daerah wilayah ini juga terdapat pabrik-pabrik besar lainnya: Pabrik Kertas Kraft Aceh, pabrik Pupuk AAF (Aceh Asean Fertilizer) dan pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM).
Dalam sektor pertanian, daerah ini mempunyai unggulan reputasi sendiri sebagai penghasil beras yang sangat penting. maka secara keseluruhan Kabupaten Aceh Utara merupakan daerah Tingkat II yang paling potensial di provinsi dan pendapatan per kapita di atas paras Rp. 1,4 juta tanpa migas atau Rp. 6 juta dengan migas.

Ladang gas dan minyak ditemukan di Lhokseumawe, ibu kota Aceh Utara sekitar tahun 1970-an. Kemudian, Acehpun mulai didatangi para investor luar negeri yang tertarik pada sumber daya alamnya yang hebat. Sejak saat itu, gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) yang diolah di kilang PT. Arun Natural Gas Liquefaction (NGL) Co, yang berasal dari instalasi PT. ExxonMobil Oil Indonesia (EMOI) di zona industri Lhokseumawe, telah menyulap wilayah ini menjadi kawasan industri petrokimia modern.

Kegiatan ekonomi Kabupaten Aceh Utara didominasi oleh dua sektor yaitu sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan. Pada sektor pertambangan, sumur-sumur gas yang diolah PT. EMOI tentu menjadi salah satu faktur keunggulan sektor ini. Dengan kontribusi Rp 8,6 trilyun Pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2000, ia menempati peringkat pertama dengan disusul oleh sektor industri sebesar Rp 4,7 trilyun.

Di bidang agama, penduduk Aceh Utara adalah penduduk yang beragama Islam yang taat beragama. Pada tahun 1994, tercatat 782 orang yang berangkat naik haji.

Kabupaten Aceh Jaya merupakan salah satu kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia.

Kabupaten Aceh Jaya adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat. Sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar, sebelah barat dibatasi oleh Samudera Hindia, kemudian sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat dan sebelah timur dengan Kabupaten Pidie.

Kabupaten Aceh Jaya, khususnya kecamatan Jaya terkenal dengan profil penduduknya yang khas. Sebagian penduduk kecamatan Jaya ini berprofil seperti orang Eropa di mana ada yang berkulit putih, bermata biru dan berrambut pirang. Mereka dipercaya merupakan keturunan prajurit Portugis di abad ke-16 yang kapalnya terdampar di pantai Kerajaan Daya, dan ditawan oleh raja kawasan itu.

Para prajurit Portugis yang tertawan ini lama-kelamaan masuk Islam, menikah dengan penduduk setempat dan mengadaptasi tradisi Aceh secara turun-temurun. Keturunan mereka saat inilah yang terlihat khususnya di kecamatan Jaya (sekitar 75 km arah barat daya Banda Aceh).
Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. Kota ini berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera. Berada di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting bagi Aceh.Asal Kata Lhokseumawe adalah "Lhok" dan "Seumawe". Lhok artinya dalam, teluk, palung laut, dan Seumawe artinya air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya.

Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai. Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe tunduk dibawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.

Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh, salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km² yang dipisahkan Sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer, dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi, dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa secara jamak di sebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.

Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik Indonesia belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Blang Jruen, Lhoksukon, Nisam, cunda serta Pidie.

Pada tahun 1956 dengan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah Provinsi Sumatera Utara, di mana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe.

Kemudian Pada Tahun 1964 dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh Nomor 34/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan Kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe menjadi Kota Administratif, pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal tersebut maka secara de jure dan de facto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253,87 km² yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, dan Kecamatan Blang Mangat.

Sejak Tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Blang Mangat.

2 comments

  1. inong Says:
  2. punya makna / kandungan arti dari simbol pintu aceh tidak pak?

     
  3. PINTO ACEH Says:
  4. Pakoen hana deuh Kabupaten laen
    Entrek kamoe lake pisah baroe gabuek

     

Post a Comment

bereh that lago..!

ALIH BAHASA

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

PEUTEUWAH


BEK TA BLOE MEUSEU TERLALU MURAH..!


BEK TA PEUBLO MEUSEU TERLALU MEUHAI..!

SOSOK

FAURIZAL MOECHTAR,ST
Desingan peluru dan deru pesawat tempur Pemerintah yang membuat suasana Aceh pagi itu mencekam, sebagai pertanda diberlakukan darurat militer di Aceh, tepatnya pada tanggal 16 Juni 2003, sejumlah intansi dikuasai militer Pemerintah, semua fasilitas umum baik milik pemerintah dan milik masyarakat dijaga dengan ketat, alat komonikasi seperti telepon , handpon mulai disadap. Bukan hanya itu Rental Komputer dan Warung Internet yang merupakan senjata bagi aktifis Sipil Prodemokrasi pun diawasi, Kondisi seperti ini membuat Aktifis SIRA (Sntral Informasi Referendum Aceh) tidak bisa berkeja dengan leluasa, sehingga sejumlah aktifis Referendum ini tertpaksa hijrah keberbagai Negara, Amerika, Australia, Jepang, Belanda, dan Malaysia, termasuk ke Pulau Jawa. Untuk tidak putus komonikasi ditunjuklah Sdr. Faurizal Moechtar untuk bertahan di Aceh sebagai penghubung, pada awalnya Faurizal Moechtar sempat bergabung dengan Pejuang Aceh Merdeka didalam hutan, merasa itu bukan alamnya dengan tekat yang kuat ia kembali ke pinggiran kota Banda Aceh tepat nya di ulee kareng bekerja sebagai pekerja bangunan. Sebagai orgasisator selama dalam persembunyiannya di ulee kareeng beliau mencoba mengorganisir para tukang bangunan dalam sebuah Organiasi yang diberinama ATB (Asosiasi Tukang Bangunan), dalam proses pendirian Ormas Tersebut sejumlah panitia sempat di BAP kan oleh polisi Sektor Ulee Kareng karena organisi tersebut dicurigakan oleh pemerintah. Pada awal tsunami ATB sempat bekerjasama dengan sejumlah NGO Internasional dan NGO Lokal untuk memberdayaakan ekonomi Korban Gempa Bumi dan Gelombang Stunami, karena keberhasilan tersebut sejumlah fungsionaris ATB mulai di undang ke luar daerah, Medan, Jakarta dan bahkan sampai ke Korea. Waktupun terus berjalan, setelah PILKAPA (Pemilihan Kepala Pemerintahan Aceh) Gubernur Aceh Drh.Irwandi Yusuf, Msc, menunjukkan Faurizal Moechtar ST sebagai Deputi Ekonomi BRA Pusat menggantikan DR. Islahuddin Msc yang jabatannya dipromosikan sebagai Ketua BAPEL BRA Pusat. Di BRA Prestasi Kembali di ukir Oleh Faurizal Moechtar ST, beliaulah yang memciptakan Pemberdayaan Ekonomi Badan Reintegrasi Aceh dengan Istilah Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Individu Masyarakat korban Konflik, By name by Addres, Rp.10.000.000,-/orang itu adalah karyanya. Sejumlah prestasi itulah membuat Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar S.Ag meminta Pemuda Jambo Aye kelahiran samalanga ini untuk membantunya mewakili Masyarakat Pasee di DPRA.

TAMITA

LABEL